SAMBAL

(Manfaat, Sejarah Singkat, dan Cara Membuat)


Sambal bagi sebagian masyarakat Indonesia bukan sekedar menu pelengkap biasa. Sambal menjadi menu yang harus ada dalam setiap masakan masyarakat Nusantara. Makanan akan terasa hambar, dan tidak nikmat bila tanpa sambal yang menemani. Bahkan bagi masyarakat Sumatera, rasa pedas menjadi rasa paling dominan untuk masakan di sana. Artinya, sambal (rasa pedas) menjadi rasa paling penting di Sumatera. Hal ini juga berlaku bagi masyarakat Jawa, Madura, Bali, dan pulau lainnya, dimana sambal menjadi pelengkap kenikmatan saat makan. Banyak masyarakat Indonesia yang berkata: "saya tidak bisa makan kalau tidak ada sambalnya (rasa pedas)". Bagaimana dengan anda sendiri? Pasti suka dengan sambal juga tentunya.

Kegemaran masyarakat Nusantara akan sambal menghasilkan berbagai jenis sambal. Beberapa jenis sambal Nusantara antara lain: sambal mentah, sambal bawang, sambal terasi, sambal tomat, sambal jenggot, sambal hijau, sambal petai, sambal kecap, sambal matah, dll. Tiap sambal yang tercipta tersebut dibuat untuk menemani masakan Nusantara tertentu. Misalnya : Sayur bening bayam ditemani sambal jenggot, sayur lodeh ditemani sambal terasi, ayam goreng ditemani sambal bawang/mentah atau sambal petai, masakan padang ditemani sambal hijau, dll.

Dibalik rasanya yang pedas, sambal memiliki banyak manfaat. Selain membuat orang ketagihan untuk makan sehingga menambah porsi makan. Sambal memiliki manfaat lain. Menurut beberapa sumber sambal mampu melancarkan sirkulasi darah, memperbaiki mood, membuat tidur lebih nyenyak, menyehatkan jantung, menurunkan berat badan, dan lain-lain. Meskipun memiliki banyak manfaat, konsumsi sambal perlu dijaga. Apabila dikonsumsi terlalu banyak akan menyebabkan sakit perut, bahkan diare. Pada dasarnya, segala sesuatu yang dikonsumsi terlalu banyak menjadi tidak baik.


Sejarah Singkat Sambal
Sambal dengan manfaatnya yang besar dan menjadi kegemaran masyarakat Nusantara memiliki sejarah yang panjang. Menurut laporan berjudul Starch Fossil and the Domestication and Dispersal of Chili Peppers (Capsicum spp.L.) in the Americas, hasil penelitian sekelompok ilmuwan yang dikepalai Linda Perry dari Smithsonian Institution, sambal sudah ada setidaknya sejak 6000 tahun silam (4000 SM). Kesimpulan tersebut didasarkan atas temuan mikrofosil bubuk cabai dalam hidangan suku Indian Zapotec. Mikrofosil cabai ditemukan peneliti di tujuh lokasi berbeda. Penemuan dimulai dari Kepulauan Bahama hingga selatan Peru. Orang-orang di masa itu biasa menyimpan cabai dalam keadaan segar atau mengeringkannya terlebih dahulu untuk kemudian menggunakannya untuk bumbu beragam masakan.

Penelitian lain menyebutkan bahwa sambal juga ditemukan dalam hidangan Indian Maya. Indian Maya adalah salah satu suku di Amerika Latin. Mereka diperkirakan mulai menciptakan salah satu versi sambal di dunia sekitar 1.500-1000 SM. Bubuk cabai dicampur dengan air dan bahan-bahan lain agar citarasanya lebih nikmat. Versi sambal sederhana itu kemudian menjadi pelengkap makanan Tortilla (Sejenis roti pipih terbuah dari jagung giling atau gandum).

Cabai bagi kalangan suku-suku purba di Amerika Latin memiliki posisi penting. Dalam America’s First Cuisines, ahli sejarah makanan Sophie Dobhanzsky Coe menulis bahwa cabai nyaris ada di setiap tempat di Amerika Latin. Suku-suku asli nyaris tak pernah lupa membubuhkan cabai ke dalam makanan mereka. Bagi orang-orang Aztec, cabai adalah salah satu bentuk kenikmatan hidup. Catatan yang dibuat pendeta Fransiscan, Bernardino de Sahagun, pada 1529 menunjukkan, ketika para pendeta Aztec berpuasa untuk memuja para dewa, ada dua hal yang wajib dihindari: seks dan cabai.

Sejarah sambal bagi masyarakat Nusantara sendiri sudah ada sejak abad 10. Arkeolog Titi Surti Nastiti mengungkapkan bahwa cabai pada masa Jawa Kuno telah menjadi komoditas perdagangan yang langsung dijual. Bahkan menurut Nastiti dalam teks Ramayana dari abad ke-10, cabai juga sudah disebut sebagai salah satu contoh jenis makanan pangan. Cabai yang dimaksud dalam teks ini ada kemungkinan merupakan sebutan untuk cabai puyang atau atau lempuyang atau tabua bun atau cabai jawa atau lada panjang. Cabai puyang merupakan jenis rempah yang masih berkerabat dengan lada, dan termasuk dalam suku sirih-sirihan. Sensasi rasa yang dihasilkan tentu saja berbeda. Sambal cabai puyang memberikan sensasi hangat, sedangkan sambal cabai rawit memberikan sensasi rasa panas terbakar.

Untuk makanan sambal dengan bahan cabai rawit, bangsa kita harus berterima kasih kepada orang-orang Eropa. Bahan utama sambal Indonesia mengandalkan cabai rawit yang merupakan salah satu varian dari keluarga Capsicum. Tanaman ini merupakan tanaman asli Amerika Selatan. Tanaman cabai dari Amerika tersebut bisa sampai ke Indonesia karena dibawa oleh pelaut dari Spanyol dan Portugis pada abad 16. Setelah pelaut Spanyol dan Portugis masuk ke Nusantara pada abad 16, khazanah percabaian dan sambal berubah sudah. Sejak saat itu, sambal tidak hanya memberikan efek hangat seperti yang diberikan sambal pada masa sebelum orang Nusantara mengenal cabai rawit.

Pada masa penjajahan Portugis, cabai belum diolah menjadi sambal seperti yang ada sekarang. Baru pada masa penjajahan Belanda, sambal diciptakan oleh salah seorang pelayan VOC yang namanya tidak diketahui hingga sekarang.

Kebanyakan kuliner Indonesia pada masa penjajahan Belanda biasa disajikan dalam keadaan tidak panas dan para pelayan di masa VOC saling berlomba untuk merebut hati majikan dengan menyajikan kuliner yang bisa menggugah selera. Lalu kemudian ada seorang pelayan yang menghancurkan cabai dan ditambahkan garam sebagai perasa. Pelayan tersebut menyajikan cabai yang dihancurkan tersebut kepada tuannya dan masakannya tersebut langsung disukai karena bisa membuat mata si Tuan terbelalak akibat rasa pedas yang dihasilkan oleh cabai dan bisa membuat nafsu makan bertambah.

Setelah itu, sambal mulai popular dan menjadi kuliner mahal yang disantap oleh pemerintah VOC. Saking berharganya, pelayan yang mahir membuat sambal lebih dihargai dan mendapat kehormatan khusus. Ada juga yang mengatakan kalau sambal sebenarnya sudah ada sejak tahun 1814 karena namanya sudah muncul pada Serat Centhini yakni manuskrip yang berisi pengetahuan agama, seni, dan ramalan. Dalam manuskrip tersebut disebutkan ada berbagai macam jenis sambal seperti sambal kluwak, sambal gocek, sambal trancam, dan lain sebagainya.
\

Sambal Bawang
Bahan :
1. Cabai 15 atau sesuai porsi dan cita rasa yang diinginkan.
2. Bawang putih 1 siyung kadang ada juga yang menambahkan sedikit bawang merah yang sudah digoreng 1/2 matang.
3. Garam secukupnya, usahakan garam halus.
4. Gula pasir secukupnya.
5. Minyak yang sudah dipanaskan sesuai selera, atau busa juga tanpa minyak.
6. Bisa ditambahkan penyedap rasa (micin) secukupnya.

Cara membuat :
1. Siapkan ulekan atau cowek.
2. Haluskan cabe rawit, bawang putih. Setelah sedikit lembut tambahkan garam dan gula.
3. Haluskan kembali sampai halus.
4. Siramkan minyak sayur dalam keadaan panas ke dalam ulekan/cowek.
5. Campurkan semua bahan supaya merata dan meresap.
6. Sambal bawang siap disajikan.

(Sambal Bawang)

Sambal Terasi
Bahan-bahan:
5 buah cabe merah
10 buah cabe rawit
4 siung bawang merah
2 siung bawang putih
1 buah tomat (ada juga yang tidak memakai tomat)
1/2 sdt garam
1 sdt gula
1 sdt mujung terasi
3 sdm minyak goreng

Cara Membuat :
1. Cuci bersih bahan yang telah disediakan.
2. Semua bahan digoreng hingga layu
3. Uleg kasar bawang putih, bawang merah, dan cabai. Tambahkan tomat, lalu uleg lagi.
4. Tambahkan terasi goreng dengan sedikit tambahan minyak, gula, dan garam.
5. Uleg (haluskan) lagi semua bahan hingga halus.
6. Sambal terasi siap disajikan.

(Sambal terasi)


Krystiadi
Penggiat Budaya Kota Semarang 2017-2019



Sumber: 
http://gastroina.blogspot.com/2014/08/kuatkan-makanan-dan-minuman-tradisional.html 
http://sekilassambal.blogspot.com/2015/06/sambal-bawang.html
Cookpad

Komentar