Gereja Katedral Semarang pada awalnya digunakan sebagai gedung
kesehatan “Dienst voor Volkgezondheid”. Pada tanggal 26 Januari 1927 tanah dan
bangunan tersebut dibeli oleh pihak gereja Katholik. Tanah dan bangunan
tersebut kemudian direnovasi pada tanggal 9 Oktober 1927. Gedung tersebut
kemudian diberkati oleh Mgr. Antonius van Velsen seorang vicaris apostolic
Batavia. Kedudukan gereja Randusari pada waktu itu belum sebagai gereja
katedral. Keudukannya masih sebagai sebuah stasi dengan nama Stasi Randusari, dimana
stasi Randusari berada di bawah paroki Gedangan.
Seiring perkembangan gereja dan jemaat yang
pesat, stasi Randusari mengalami perubahan. Pada tahun 1930, stasi Randusari
berubah menjadi paroki. Tahun 1935 gedung bangunan gedung gereja lama dibongkar
untuk dibangun gedung yang baru. Arsitek yang ditunjuk adalah J.
Th. Van Oyen dan konstruktor atau anemer-nya adalah Kleiverde.
Pembangunan gedung tersebut selesai pada tahun 1937. Tanggal 31 Juli 1937
Vikaris Apostolik Batavia yang baru, Mgr. Pieter Jan Willekens, SJ, memberkati gedung gereja baru
tersebut. Pada tanggal 9 Agustus 1940, Jawa Tengah diresmikan sebagai Vikariat
Apostolik, di mana Mgr. Albertus Soegijopranoto, S.J. adalah Vikarisnya. Dia
adalah Uskup Agung pribumi pertama di Indonesia. Sejak saat itu, Gereja
Randusari ditetapkan sebagai Katedral.
Deskripsi: Bangunan ini menghadap ke barat daya dengan gaya Barat. Bangunan ini
berpondasi batu, dinding pada bagian bawah berupa susunan batu diteruskan
dengan batu bata berplester, atap berbentuk limasan dengan satu menara, di
tenagah bangunan bagian belakang, dan beratap genting. Pintu masuk gereja ada
tiga yaitu dari depan (arah barat) dan arah samping kanan-kiri (selatan-utara).
Pintu terbuat dari kayu berdaun ganda, berbentuk melengkung. Ukuran pintu gereja
cukup besar. Pada bagian utama gereja ruangan gereja tidak memiliki tiang. Disana
tertata kursi panjang peninggalan jaman Belanda. Bagian altar gereja terdapat
tembok berbentuk melengkung yang menambah keindahan dari bangunan ini.
Dari berbegai sumber.
Krystiadi
Penggiat Budaya 2017-2019
Komentar
Posting Komentar