LUMPIA GANG LOMBOK
(Sekilas Sejarah Makanan Khas Semarang Bercitarasa Jawa-Cina dan Persebarabbta)
Lumpia sering disebut dengan lunpia. Lumpia merupakan makanan semacam rollade yang berisi rebung, telur dan daging ayam atau udang. Makanan ini terdiri dari lembaran tipis tepung gandum yang dijadikan pembungkus isinya. Isi lumpia berupa campuran rebung, telor, daging udang, seafood, atau ayam. Cara penyajiannya ada yang digoreng dan ada juga basah.
Makanan ini
berasal dari Cina dan menyebar sampai ke Indonesia. Cita rasa lumpia yang
nikmat membuat jenis makanan ini tidak hanya dikenal di Cina dan Indonesia
saja. Makanan semacam ini juga dikenal di Asia,Amerika, Eropa. Dimana masing-masing
negara memiliki nama yang berbeda dan dengan bahan yang bervariasi. Di Amerika
Serikat makanan semacam ini dikenal dengan nama Egg rolls, di barat lumpia goreng dikenal dengan
spring rolls sedangkan lumpia basah disebut summer rolls. Di Vietnam makanan semacam ini disebut Cha
Gio dengan isian soun, jamur kuping, ubi, dan wortel. Selain itu di Vietnam juga mengenal goi cuon dengan isian sayur mentah, bihun tawar, timun,
selada, miint, daging babi kukus, dan udang rebus. Di Filipina disebut lumpiang
turon dengan isian berupa buah seperti nangka, pisang. Cara penyajiannya dengan
taburan gula halus atau disiram madu. Di Malaisia dan Singapura memiliki popiah
dengan isi bengkuang, telur orak-arik, tahu, tauge, udang rebon. Korea Selatan
disebut Chungwon dengan isian soun, jamur dan dibumbui kecap, gula merah, dan
saus tiram. Di Australia dikenal Chiko roll. Bisa dikatakan semua varian
tersebut merupakan perkembangan dari makanan tradisional Cina yang sudah
diadaptasikan dengan rasa dan budaya setempat.
Lumpia sebagai
makanan khas Semarang memiliki karakter seperti lumpia di negara lain. Makanan lumpia Semarang sendiri telah
diadaptasikan sesuai lidah Indonesia, mulai dari bahan, tata cara, dan rasanya.
Rasa dari lumpia Semarang pun menjadi istimewa. Menurut penuturan para
penggemarnya, lumpia Semarang merupakan perpaduan rasa Tionghoa dan rasa
Indonesia. Proses adaptasi tersebut tentu saja tidak berjalan dengan cepat dan
datang dengan tiba-tiba.
Makanan lumpia dipelopori
oleh keluarga yang berada di Gang Lombok Semarang. Keistimewaan lumpia Gang
Lombok ini menurut sejumlah penggemarnya adalah racikan rebungnya tidak berbau,
juga campuran telur dan udangnya tidak amis.
Sejarah mengenai
lumpia gang lombok dimulai pada abad ke-19. Ada seorang yang berasal dari
Fujian yang bernama Tjoa Thay Joe memutuskan tinggal di Semarang. Ia mulai
membuka bisnis makanan khas Tiong Hoa berupa makanan pelengkap berisi daging
babi dan rebung. Tjoa Thay Joe kemudian bertemu dengan mbak Wasih, seorang Jawa
yang berjualan makanan yang hampir sama, tetapi isinya kentang-udang dengan
rasa manis.
Seiring waktu
berjalan, mereka saling jatuh cinta kemudian menikah. Bisnis yang mereka
jalankan akhirnya dilebur menjadi satu dengan sentuhan-sentuhan perubahan yang
malah makin melengkapi kesempurnaan rasa makanan. Isi dari kulit lumpia diubah
menjadi ayam atau udang yang dicampur dengan rebung serta dibungkus dengan
kulit lumpia. Keunggulannya adalah udang dan telurnya yang tidak amis,
rebungnya manis, kulit lumpia yang renyah jika digoreng. Rasa yang demikian
menimbulkan sebuah cita rasa baru, perpaduan cita rasa Jawa dan Tiong Hoa.
Jajanan ini pada
waktu itu biasanya dipasarkan di pasar malam Belanda bernama Olympia Park. Oleh
karena itulah makanan yang dijajakan di Olympia ini dikenal dengan nama lumpia.
Sebuah peleburan kata olympia menjadi lympia kemudian menjadi lumpia atau
lunpia. Usaha Tjoa Thay Joe dan Wasih tersebut akhirnya menjadi besar dan diteruskan
oleh putra-putrinya.
Dewasa ini,
terdapat enam jenis lumpia dengan cita rasa yang berbeda. Aliran pertama adalah Gang Lombok (Siem Swie
Kiem), kedua aliran jalan Pemuda
(almarhum Siem Swie Hie), dan ketiga
aliran jalan Mataram (Alm. Siem Hwa Nio). Ketiga aliran ini berasal dari satu
keluarga Siem Gwan Sing Yjoa Po Nio yang merupakan menantu dan putri tunggal
pencipta lumpia Semarang, Tjoa Thay Yoe-Wasih. Aliran keempat
adalah sejumlah bekas pegawai lumpia Jalan Pemuda. Aliran kelima adalah orang-orang dengan latar belakang hobi kuliner yang
membuat lumpia dengan resep hasil pembelajaran dari lumpia yang sudah beredar. Aliran
terakhir adalah lumpia Jalan TanggaMus (Ny. Mechtildis Tyastresna Halim) lumpia
nya bulat-bulat dan gurih.
Generasi
tertua saat ini, yaitu generasi ketiga Siem Swie Kiem (68), tetap setia
melayani konsumennya di kios warisan ayahnya (Siem Gwan Sing) di Gang Lombok
11.
Berikut adalah warung Lumpia Gang Lombok yang Legendaris. Ketika anda berada di warung ini, anda akan merasakan sensasi yang berbeda. Mulai dari penyajiannya yang menggunakan besek, kemudian cara memasaknya yang masih mengikuti cara memasak garis keturunan, sampai pelayanan yang masih sederhana.
Krystiadi
Penggiat Budaya PB Kota
Semarang
Sumber:
Pengen nyoba Lumpia semarang,rasanya beda gak yah sma lumpia yang dijogja
BalasHapusSaya belum pernah membandingkannya mbak... jadi saya tidak berani memberikan deskripsinya. Dalam tulisan ini, saya hanya mencoba menelusuri sejarah perkembangannya saja.
HapusYang jelas, adanya lumpia Jogja pasti meniru lumpia Semarang. Jadi kalau pengin ngerti aslinya, ya ke Semarang mbak... hehehe